Pengurang penghasilan bruto selain yang telah disebutkan pada Artikel Sebelumnya. Pengurang Penghasilan Bruto/ Biaya antara lain:
Zakat atau sumbangan keagamaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto yang bersangkutan. Dalam hal zakat atau sumbangan keagamaan yang dibayarkan oleh:
wanita yang telah kawin yang pengenaan pajaknya berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami isteri, dikurangkan dari penghasilan bruto suaminya;
wanita yang telah kawin yang: telah hidup berpisah dengan suaminya berdasarkan putusan hakim; secara tertulis melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto wanita yang bersangkutan.
anak yang belum dewasa, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto orang tuanya.
Dasar Hukum tentang Zakat:
Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2009 tentang Bantuan atau Sumbangan Termasuk Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan)
Peraturan Pemerintah Nomor 60 TAHUN 2010 tentang Zakat Atau Sumbangan Keagamaan Yang Sifatnya Wajib Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2010 Tata Cara Pembebanan Zakat Atau Sumbangan Keagamaan Bersifat Wajib Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2012 tentang Badan/ Lembaga Yang Dibentuk Atau Disahkan Oleh Pemerintah Yang Ditetapkan Sebagai Penerima Zakat Atau Sumbangan Keagamaan Yang Sifatnya Wajib Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto
Contoh
Zakat atas penghasilan yang diperoleh dari gaji dan usaha :
Sdr. Jumadi adalah seorang pegawai dengan gaji Rp1.000.000,00/bulan. Disamping itu dia mempunyai usaha dengan omzet setahun sebesar Rp7.000.000,00 dengan mempekerjakan dua orang pegawai, dan digaji masing-masing Rp250.000,00/bulan dan membayar biaya listrik sebesar Rp25.000,00/bulan
Penghitungan zakat atas penghasilan:
Sebagai Sebagai
Pegawai Pengusaha Jumlah
Penghasilan Bruto 12.000.000,00 7.000.000,00 19.000.000,00
Biaya Jabatan/Biaya Usaha 600.000,00 6.300.000,00 *) 6.900.000,00
Penghasilan Neto 11.400.000,00 700.000,00 12.100.000,00
Zakat atas Penghasilan 2,5% 285.000,00 17.500,00 302.500,00
Catatan:
Zakat yang dapat dilaporkan sebagai pengurang penghasilan neto adalah Rp302.500,00 *) Biaya Usaha sebesar Rp6.300.000,00 terdiri dari : Gaji Pegawai Rp6.000.000,00 (12 x 2 x Rp250.000,00) dan Biaya listrik Rp300.000,00 (12 x Rp25.000,00)
*) Biaya Usaha sebesar Rp6.300.000,00 terdiri dari : Gaji Pegawai Rp6.000.000,00 (12 x 2 x Rp250.000,00) dan Biaya listrik Rp300.000,00 (12 x Rp25.000,00)
untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut;
untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut;
untuk penghasilan berupa dividen dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan deviden tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak.
Apabila dalam Penghasilan Kena Pajak terdapat penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang di Indonesia. Pengkreditan pajak dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia
Jumlah Yang Boleh Dikreditkan. Jumlah kredit pajak paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu. Jumlah tersebut dihitung berdasarkan:
perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak, paling tinggi sama dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak dalam hal Penghasilan Kena Pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.
Catatan:
Apabila Penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara.
Penghasilan Kena Pajak tidak termasuk Penghasilan yang dikenakan Pajak yang bersifat final dan atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri.
Dalam hal jumlah Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi jumlah kredit pajak yang diperkenankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, maka kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai
biaya atau pengurang penghasilan, dan tidak dapat dimintakan restitusi.
Untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri, Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri:
a. Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri;
b. Foto Kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri; dan
c. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.
Penyampaian permohonan kredit pajak luar negeri dilakukan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Contoh:
Wajib Pajak X (laki-laki, TK) memperoleh penghasilan neto dalam negeri selama tahun 2010 sebesar Rp125.000.000,00 dan juga memperoleh penghasilan neto dari Singapura sebesar Rp25.000.000,00 Pajak yang telah dipotong di Singapura sebesar Rp1.000.000,00 PPh Pasal 24 yang boleh dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh WP OP adalah sebagai berikut :
Jumlah penghasilan neto.......................................................................Rp150.000.000,00
PTKP (TK) ..........................................................................................Rp 24.300.000,00-/-
Penghasilan Kena Pajak .......................................................................Rp125.700.000,00
PPh terutang berdasarkan tarif Pasal 17 UU PPh :
5% x Rp50.000.000,00..... Rp 2.500.000,00
15% x Rp75.700.000,00 ..... Rp 11.355.000,00-/-
Jumlah .......................... Rp 13.855.000,00
PPh Pasal 24 yang boleh dikreditkan (maksimal) :
( 25.000.000 / (125.700.000)) x 13.855.000 = 2.755.568,81
Dari perhitungan di atas, maka jumlah maksimal PPh Pasal 24 yang boleh dikreditkan adalah sebesar Rp 1.000.000,00 karena jumlah hasil perhitungan yaitu 2.755.568,81 lebih besar ini dari pajak yang terutang/dibayar di luar negeri, yaitu sebesar Rp. 1.000.000,00
Dasar hukum Kompensasi Kerugian Fiskal
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 1/PJ/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pembebasan Dari Pemotongan Dan/ Atau Pemungutan Pajak Penghasilan Oleh Pihak Lain
Contoh
Tuan Temon dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak-nya menggunakan pembukuan, dalam tahun 2013 menderita kerugian fiskal sebesar Rp1.200.000.000,00. Dalam 5 (lima) tahun berikutnya rugi laba fiskal Tuan Budiman sebagai berikut :
Tahun 2014, laba fiskal = Rp200.000.000,00
Tahun 2015, rugi fiskal = (Rp300.000.000,00)
Tahun 2016, laba fiskal = NIHIL
Tahun 2017, laba fiskal = Rp100.000.000,00
Tahun 2018, laba fiskal = Rp800.000.000,00
Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut :
Rugi fiskal tahun 2013 = (Rp1.200.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2014 = Rp 200.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2013 = (Rp1.000.000.000,00)
Rugi fiskal tahun 2015 = (Rp 300.000.000,00 )
Sisa rugi fiskal tahun 2013 = (Rp1.000.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2016 = NIHIL
Sisa rugi fiskal tahun 2013 = (Rp1.000.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2017 = Rp 100.000.000,00) (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2013 = (Rp 900.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2018 = Rp 800.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2013 = (Rp 100.000.000,00)
Rugi fiskal tahun 2005 sebesar Rp100.000.000,00 yang masih tersisa pada akhir tahun 2018 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2019, sedangkan rugi fiskal tahun 2015 sebesar Rp300.000.000,00 hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2019 dan 2020, karena jangka waktu 5 tahun yang dimulai sejak tahun 2016 berakhir pada akhir tahun 2020.
Apabila kerugian fiskal tahun-tahun yang masih dapat dikompensasi dalam Tahun Pajak yang bersangkutan jumlahnya lebih besar dari jumlah penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan, yang boleh diperhitungkan paling banyak adalah sebesar penghasilan neto setelah pengurangan zakat atas penghasilan. Kerugian yang berasal dari penghasilan yang telah dikenakan PPh bersifat final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak, serta kerugian usaha/modal di luar negeri tidak boleh dikompensasikan. Sumber: https://sites.google.com/site/referensipajak/Pengurang-Penghasilan-Bruto-Lainnya-Zakat-Kredit-Pajak-Kompensasi-Kerugian
1) Zakat/Sumbangan Keagamaan Yang Sifatnya Wajib
Menghitung jumlah zakat/sumbangan keagamaan yang bersifat wajib atas penghasilan yang menjadi objek pajak yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sesuai dengan bukti setoran yang sah.Zakat atau sumbangan keagamaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto yang bersangkutan. Dalam hal zakat atau sumbangan keagamaan yang dibayarkan oleh:
wanita yang telah kawin yang pengenaan pajaknya berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami isteri, dikurangkan dari penghasilan bruto suaminya;
wanita yang telah kawin yang: telah hidup berpisah dengan suaminya berdasarkan putusan hakim; secara tertulis melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto wanita yang bersangkutan.
anak yang belum dewasa, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto orang tuanya.
Dasar Hukum tentang Zakat:
Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2009 tentang Bantuan atau Sumbangan Termasuk Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan)
Peraturan Pemerintah Nomor 60 TAHUN 2010 tentang Zakat Atau Sumbangan Keagamaan Yang Sifatnya Wajib Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2010 Tata Cara Pembebanan Zakat Atau Sumbangan Keagamaan Bersifat Wajib Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2012 tentang Badan/ Lembaga Yang Dibentuk Atau Disahkan Oleh Pemerintah Yang Ditetapkan Sebagai Penerima Zakat Atau Sumbangan Keagamaan Yang Sifatnya Wajib Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto
Contoh
Zakat atas penghasilan yang diperoleh dari gaji dan usaha :
Sdr. Jumadi adalah seorang pegawai dengan gaji Rp1.000.000,00/bulan. Disamping itu dia mempunyai usaha dengan omzet setahun sebesar Rp7.000.000,00 dengan mempekerjakan dua orang pegawai, dan digaji masing-masing Rp250.000,00/bulan dan membayar biaya listrik sebesar Rp25.000,00/bulan
Penghitungan zakat atas penghasilan:
Sebagai Sebagai
Pegawai Pengusaha Jumlah
Penghasilan Bruto 12.000.000,00 7.000.000,00 19.000.000,00
Biaya Jabatan/Biaya Usaha 600.000,00 6.300.000,00 *) 6.900.000,00
Penghasilan Neto 11.400.000,00 700.000,00 12.100.000,00
Zakat atas Penghasilan 2,5% 285.000,00 17.500,00 302.500,00
Catatan:
Zakat yang dapat dilaporkan sebagai pengurang penghasilan neto adalah Rp302.500,00 *) Biaya Usaha sebesar Rp6.300.000,00 terdiri dari : Gaji Pegawai Rp6.000.000,00 (12 x 2 x Rp250.000,00) dan Biaya listrik Rp300.000,00 (12 x Rp25.000,00)
*) Biaya Usaha sebesar Rp6.300.000,00 terdiri dari : Gaji Pegawai Rp6.000.000,00 (12 x 2 x Rp250.000,00) dan Biaya listrik Rp300.000,00 (12 x Rp25.000,00)
2) Kredit Pajak Luar Negeri
Pengkreditan pajak Luar Negeri dimana Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas Penghasilan Kena Pajak yang berasal dari seluruh penghasilan termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut:untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut;
untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut;
untuk penghasilan berupa dividen dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan deviden tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak.
Apabila dalam Penghasilan Kena Pajak terdapat penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang di Indonesia. Pengkreditan pajak dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia
Jumlah Yang Boleh Dikreditkan. Jumlah kredit pajak paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu. Jumlah tersebut dihitung berdasarkan:
perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak, paling tinggi sama dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak dalam hal Penghasilan Kena Pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.
Catatan:
Apabila Penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara.
Penghasilan Kena Pajak tidak termasuk Penghasilan yang dikenakan Pajak yang bersifat final dan atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri.
Dalam hal jumlah Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi jumlah kredit pajak yang diperkenankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, maka kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai
biaya atau pengurang penghasilan, dan tidak dapat dimintakan restitusi.
Untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri, Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri:
a. Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri;
b. Foto Kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri; dan
c. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.
Penyampaian permohonan kredit pajak luar negeri dilakukan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Dasar Hukum Kredit Pajak Luar Negeri:
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar NegeriContoh:
Wajib Pajak X (laki-laki, TK) memperoleh penghasilan neto dalam negeri selama tahun 2010 sebesar Rp125.000.000,00 dan juga memperoleh penghasilan neto dari Singapura sebesar Rp25.000.000,00 Pajak yang telah dipotong di Singapura sebesar Rp1.000.000,00 PPh Pasal 24 yang boleh dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh WP OP adalah sebagai berikut :
Jumlah penghasilan neto.......................................................................Rp150.000.000,00
PTKP (TK) ..........................................................................................Rp 24.300.000,00-/-
Penghasilan Kena Pajak .......................................................................Rp125.700.000,00
PPh terutang berdasarkan tarif Pasal 17 UU PPh :
5% x Rp50.000.000,00..... Rp 2.500.000,00
15% x Rp75.700.000,00 ..... Rp 11.355.000,00-/-
Jumlah .......................... Rp 13.855.000,00
PPh Pasal 24 yang boleh dikreditkan (maksimal) :
( 25.000.000 / (125.700.000)) x 13.855.000 = 2.755.568,81
Dari perhitungan di atas, maka jumlah maksimal PPh Pasal 24 yang boleh dikreditkan adalah sebesar Rp 1.000.000,00 karena jumlah hasil perhitungan yaitu 2.755.568,81 lebih besar ini dari pajak yang terutang/dibayar di luar negeri, yaitu sebesar Rp. 1.000.000,00
3). Kompensasi Kerugian Fiskal
Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan diperbolehkan mengkompensasi kerugian. Jumlah kerugian fiskal yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk Tahun Pajak 5 (lima) tahun sebelumnya yang belum habis dikompensasikan. Dalam hal kerugian fiskal tersebut belum ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, diisi dengan kerugian fiskal menurut SPT Tahunan PPh.Dasar hukum Kompensasi Kerugian Fiskal
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 1/PJ/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pembebasan Dari Pemotongan Dan/ Atau Pemungutan Pajak Penghasilan Oleh Pihak Lain
Contoh
Tuan Temon dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak-nya menggunakan pembukuan, dalam tahun 2013 menderita kerugian fiskal sebesar Rp1.200.000.000,00. Dalam 5 (lima) tahun berikutnya rugi laba fiskal Tuan Budiman sebagai berikut :
Tahun 2014, laba fiskal = Rp200.000.000,00
Tahun 2015, rugi fiskal = (Rp300.000.000,00)
Tahun 2016, laba fiskal = NIHIL
Tahun 2017, laba fiskal = Rp100.000.000,00
Tahun 2018, laba fiskal = Rp800.000.000,00
Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut :
Rugi fiskal tahun 2013 = (Rp1.200.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2014 = Rp 200.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2013 = (Rp1.000.000.000,00)
Rugi fiskal tahun 2015 = (Rp 300.000.000,00 )
Sisa rugi fiskal tahun 2013 = (Rp1.000.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2016 = NIHIL
Sisa rugi fiskal tahun 2013 = (Rp1.000.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2017 = Rp 100.000.000,00) (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2013 = (Rp 900.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2018 = Rp 800.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2013 = (Rp 100.000.000,00)
Rugi fiskal tahun 2005 sebesar Rp100.000.000,00 yang masih tersisa pada akhir tahun 2018 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2019, sedangkan rugi fiskal tahun 2015 sebesar Rp300.000.000,00 hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2019 dan 2020, karena jangka waktu 5 tahun yang dimulai sejak tahun 2016 berakhir pada akhir tahun 2020.
GVG-942 https://woof.tube/stream/VnZCvbp2AfkApabila jumlah seluruh penghasilan neto pada Angka 5 menunjukkan jumlah nihil atau negatif (minus), maka Kompensasi Kerugian adalah NIHIL, walaupun sampai dengan Tahun Pajak sebelumnya masih terdapat sisa kerugian tahun-tahun lalu yang masih dapat dikompensasi dalam Tahun Pajak yang bersangkutan. -
Apabila kerugian fiskal tahun-tahun yang masih dapat dikompensasi dalam Tahun Pajak yang bersangkutan jumlahnya lebih besar dari jumlah penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan, yang boleh diperhitungkan paling banyak adalah sebesar penghasilan neto setelah pengurangan zakat atas penghasilan. Kerugian yang berasal dari penghasilan yang telah dikenakan PPh bersifat final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak, serta kerugian usaha/modal di luar negeri tidak boleh dikompensasikan. Sumber: https://sites.google.com/site/referensipajak/Pengurang-Penghasilan-Bruto-Lainnya-Zakat-Kredit-Pajak-Kompensasi-Kerugian
Share Yuk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar